15.5.10

Dibalik wajah Sedihnya

Nggak pernah terpikir akan menjadi seperti ini rasanya. Pedih dan sangat pilu.

Wanita tua itu duduk diatas alas koran bekas, berpakain sangat lusuh dan kotor. Tampak luka di kakinya, sepertinya luka karena terjatuh. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Tatapan matanya kosong, dan kerutan diwajahnya membuat dia terlihat begitu rapuh. Aku memandangnya dari tempat aku duduk saat ini, aku memperhatikan gerak-geriknya. Masih saja dia memandang sekelilingnya dengan tatapan kosong dan tampak kegundahan diwajahnya. Terlintas dibenakku bayangan ibuku. Ibu yang selama ini menjaga dan mengurusku. Ibu yang selalu saja menyambut awal hariku dengan secercah senyuman cantik diwajahnya. Beruntungnya ibuku bila aku bandingkan dengan wanita diseberang sana. Menurutku umurnya tidak beda jauh dari umur ibuku. Dan jika dia memakai pakaian yang bersih dan merapikan rambut dan wajahya, dia sama cantiknya dengan ibu-ibu lainnya.

Khayalku terbang jauh, sangat menyakitkan dan terasa sangat perih bila aku membayangkan ibuku adalah wanita itu. Tak terasa air mataku menggenang dikedua kelopak mataku. Oh Tuhan kenapa kau biarkan wanita itu terlihat bergitu merana. Apa yang sedang kau rencanakan untuk hidupnya Tuhan?.

Aku masih terdiam memandangnya, masih ditempat yang sama. Tidak nafsu aku menghabiskan batang rokok ditanganku, tidak ingin aku menikmati kopi dihadapanku lagi. Semua rasa tertutup dengan pemandangan ibu itu diseberang jalan. Tiba - tiba kulihat ibu itu bangun dari tempat dia duduk dan berdiri dekat trotoar jalan. Wajahnya begitu gelisah, dia meremas kedua tanganya, dan menggigit-gigit bibirnya. Ingin aku menyapa dan bertannya kepadanya, "Apa yang membuatmu tampak sedih dan gelisah ibu?" Tapi kakiku terasa berat untuk beranjak.

Tak lama berselang, aku melihat sosok gadis kecil berusia sekitar tujuh atau delapan tahun berlari kearah ibu itu. Rambutnya keriting berwarna tembaga karena terjemur matahari, kulitnya coklat dan memakai pakaian yang sama lusuh dan kumal sama sepert sang ibu. Anak itu berlari sambil berteriak, "Ibuuu,lihat apa yang kudapat.." Tampak wajah ibu itu berbinar melihat gadis itu. Dengan tertatih ibu itu menghampiri sang gadis kecil. Tak dapat kudengar kata-kata yang terucap dari mulut sang Ibu. Gadis itu membawa bungkus hitam lusuh, dan dia mengeluarkan kertas yang terlihat berminyak. Ahhaa..gadis kecil itu membawa makanan rupanya. Sang ibu membimbing sang gadis kecil agar duduk didekatnya. Mereka tertawa dan mulai membuka semua bungkus kertas berminyak itu. Mereka memakan isinya dengan lahap, dengan wajah bahagia dan senyum diwajah kedua makhluk ciptaan Tuhan itu. Tersurat rasa sedih yang mendalam dibenakku, haru biru perasaan hatiku.

Oh Tuhan..betapa mulianya Engkau, betapa besar Anugerah yang kau berikan kepadaku dan keluargaku. Tapi apa yang telah aku balas kepadaMu??? Sungguh tidak tahu bersyukurnya aku..

4 comments:

Anonymous said...

nikmat air, matahari, udara, rizki dan semua yg tak terucapkan lainnya saking banyaknya nikmat Allah pada kita..

dan nikmat yg paling tinggi adalah nikmat iman dan Islam..

pelan2.. belajar bersyukur pd Allah..

Life Song said...

Nikmat Islam dan beribadah kepada Allah SWT adalah nikmat yang tiada tandingnya dengan apapun yang ada dimuka bumi..

Melihat wajah sang ibu dan gadis kecilnya menikmati rezeki dari Allah SWT sangat membuat bathin menjadi iri...Betapa besar rasa syukur yang terlukis diwajah mereka.

Manda La Mendol said...

Betapa beruntungnya kita. Di luar sana masih banyak yang menderita.Namun kita kadang lupa mengucap syukur.

Anonymous said...

girls [url=http://pornushi.ru/english-version/full-free-porn/site-702.htm]tight cameltoes[/url]