Sepertinya Jakarta semakin hari semakin berasap. Aku mengibaskan tanganku untuk mengurangi sedikit asap knalpot metromini yang barusan lewat didepanku. Disampingku seorang penjual rokok yang sedang menghisap rorok sesekali melirik sungkan kearah kirinya, seorang wanita hamil tua dengan gincu merah menyala yang menurut anak sekarang “enggak banget deh!”.
Pada kemana para supir taksi, makiku dalam hati. Memang inilah resiko hidup di Jakarta yang tidak teratur dan tingkat kriminalitas yang setiap hari semakin tinggi. Aku melihat keadaan sekelilingku, begitu banyak manusia yang berdiri menunggu kendaraan. Ada kumpulan wanita yang asyik mengobrol sambil sesekali memperhatikan bus yang lewat, ada lelaki muda dengan kemeja putih dan celana hitam memegang amplop berwarna coklat kalau bisa aku tebak pasti lelaki itu habis mencoba peruntungan nasibnya melamar kerja disalah satu perusahaan, ada tukang otak-otak yang sedang sibuk membakar arang sehingga membuat paru-paruku betambah sesak, tiga orang anak – anak tanggung dengan gitar yang sudah tidak jelas bentuknya dan satu gallon air kosong. Para tukang ojek yang sibuk menawarkan jasanya ojeknya kepada orang yang baru turun dari bus atau yang sedang lewat.
Sekilas aku kembali melihat perempuan hamil berbibir merah yang kelihatannya mulai tidak suka dengan penjual rokok yang mulai mengasapinya. Mungkin perempuan itu berhak melakukannya, karena dia bukan ikan bandeng yang harus diasapi. Karena gerah dengan gerutu si perempuan akhirnya penjual rokok itu akhirnya mematikan rokoknya. Tetapi toh halte belum terbebas dari asap. Dari arah berlawanan Pemuda kribo berkemeja junkies menyalahkan rokok putih yang baru dibelinya dari si penjual rokok tersebut. Ia terus menghisap rokok tersebut tanpa beban. Yah, tanpa beban. Ia pasti belum menikah , tidak ada cincin kawin dijarinya. Beda dengan si penjual rokok. Pasti istrinya pernah hamil, maka empatinya lebih tebal. Aku berani mengatakan empatinya lebi tebal karena dia mematikan rokoknya yang belum layak jadi puntung. Empatiku juga jauh lebih tebal karena aku bisa menahan keinginanku untuk merokok.
Tiieenn..tieennn..Aku melihat mobil sedang dengan logo burung cendrawasih diatasnya. Aku langsung reflek melambaikan tanganku kearah mobil sedan berwarna biru itu. Huhhh..akhirnya aku bisa mendapatkan taksi juga dan pulang kerumah orang tuaku dimana didalamnya aku bisa melihat senyum dari si mungil yang selalu menyambut kepulanganku.
2 comments:
beberapa pertanyaanku ni tante Sylva....
1. yang hamil siapa ? tante sendiri ato orang laen
2. sikecil dirumah siapa ? hayo !!
kaburrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Jawaban untuk pertanyaan Om Djoko :
1. Yang hamil tentu bukan saya.
2. Kalau saya bilang si kecil anak saya emang ada yg protes??
Puassss.....
Post a Comment