3.10.10

Random Coffee

Kedai kopi atau Coffee shop sudah menjadi bagian dari tempat yang wajib dikunjungi bagi para kaum ‘metroseksual’ untuk bersilahturahmi, para pebisnis yang untuk melebarkan sayap bisnisnya, atau sekedar untuk menghabiskan waktu menghindari macetnya lalu lintas dikota ini dan para ‘lajang kota’ yang mencoba mendapatkan teman ‘lajang’ baru. Selain menjadi minuman penambah energy dan penghilang rasa kantuk, kopi juga sebagai teman yang pas bagi para ‘seniman’ yang sulit mendapatkan inspirasi. Biji-biji kopi berwarna kecoklatan dengan aroma khas menari-nari manis diatas meja sang Barista si pembuat kopi, menunggu sentuhan tangan sang barista untuk disajikan bagi para ‘pencinta dan pengunjung kedai kopi’.

Aku suka kopi hitam, warnanya hitam sedikit kecoklatan dengan aroma yang begitu kuat. Entah kenapa aku menyukai kopi hitam panas. Padahal banyak rasa dengan campuran beraneka sirup yang dicampur dan disajikan dengan bentuk yang sangat menarik. Caramel, vanilla, hazelnut dan bahkan alcohol bisa menjadi tambahan rasa yang bisa dicampurkan dengan secangkir kopi dengan busa dan cream yang menggelembung centil dan manis sebagai topingnya. Tapi menurutku kopi hitam tetap menjadi pilihan nomor satu. Dulu aku benci kopi hitam, tampilannya yang tidak menarik mata, warnya yang gelap dan rasanya yang getir. Entah apa yang membuat perasaanku berubah tentang secangkir kopi hitam.

Disudut ruangan salah satu kedai kopi dibilangan Jakarta, aku dan mereka sering menghabiskan malam dengan segelas kopi dan berbatang-batang rokok. Tidak semua diantara kami menyukai kopi hitam. Seperti Yessi teman kantorku, dia menyukai kopi dengan tambahan aneka sirup dan aroma dengan toping coklat diatasnya, Ika yang menyukai sejumput aroma mocca dan sedikit susu didalam kopinya, Duddi yang sama sekali jarang memesan kopi, dan memilih minuman lain, dan AA yang pertama aku mengenalnya di kedai kopi memesan satu gelas susu segar dingin. Dan para pencinta kopi hitam pun tidak selalu memesan kopi hitam panas. Lihat saja Noto, dia selalu memesan es kopi hitam, terlihat aneh menurut saya, kopi hitam disajikan dingin. Tapi itulah selera mereka, pilihan mereka. Kopi kadang membuat kami lupa akan waktu, lupa kalau malam akan berganti diam-diam menjadi pagi. Kopi kadang membuat kami menjadi sosok yang ‘aneh’ dengan pembicaraan yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya. Dari mulai masalah pekerjaan,kehidupan para celebrities, tokoh dunia, sampai curhat masalah pribadi atau sekedar mengeluarkan unek-unek, sampai membahas masalah hubungan manusia dengan sang Penciptanya.Pembicaraan yang sangat random. Dan kadang pembicaraan itu masuk dan menjadi pertanyaan untuk diriku sendiri. Dan saat aku duduk sendiri tanpa mereka hanya dengan ditemani secangkir kopi hitam, pembicaraan – pembicaraan yang pernah ada terlintas dan menari – menari didalam ingatanku.

Suatu waktu yang berbeda di kedai kopi yang sama, dengan mereka. Terucap satu pertanyaan tentang pernikahan. Yah, satu pernikahan. Kebetulan aku dan mereka semua belum pernah menjalani status menjadi seorang suami atau seorang istri. Belum pernah berarti suatu saat nanti pasti menjadi pernah. Dan aku salah satu manusia yang takut dengan kata ‘Pernikahan’. Entah apa yang membuat aku takut. Aku tak tahu. Mereka sendiri mempunyai beragam jawaban tentang apa itu pernikahan. Ada yang menunggu dan berharap pernikahan dapat merubah nasib dan hidup mereka, ada yang berharap pernikahan bisa menenangkan diri dan menjauhkan mereka dari perzinahan. Banyak jawaban tapi mereka masih bingung dengan maksud ‘Pernikahan’. Hmm..hanya sekedar pembicaraan dengan secangkir kopi dikedai kopi.

1 comment:

Anonymous said...

seratus tahun yang lalu kita tak ada di muka bumi ini.. siapa yang bisa menjamin seratus tahun yang akan datang kita masih akan ada di muka bumi ini..??